Sabtu, tgl 23 juli 2022 diadakan persembahyangan bersama , di halaman padmesana sekolah, sekaligus bertujuan memupuk rasa kasih antar siswa, guru dan personil sekolah, agar terjalin rasa persaudaraan dengan penerapan 5 S,/sapa, salam , senyum, sopan dan santu
Umat Hindu dipulau Bali pada khususnya memiliki 6 hari raya tumpek yang sesuai dengan fungsinya
dan terdiri dari ;
1. Tumpek Uye atau Tumpek Kandang.
2. Tumpek Wariga atau Tumpek Bubuh atau Tumpek Atag dsb.
3. Tumpek Landep.
4. Tumpek Kuningan.
5. Tumpek Wayang.
6. Tumpek Klurut.
Tumpek Klurut merupakan pertemuan antara Saptawara Saniscara (Sabtu) dengan Panca Wara Kliwon dan Wukunya Klurut. Hari suci Tumpek Klurut jatuhnya setiap 6 bulan sekali atau setiap 210 hari sekali, kata Tumpek berasal dari kata Tumampek atau Tampek yang berarti dekat atau mendekatkan diri, sedangkan kata Klurut berasal dari kata Lulut yang secara harfiah memiliki arti Tresna, Asih atau juga memiliki arti Kasih Sayang. Sehingga kata Tumpek Klurut dapat diartikan sebagai, mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan sesama manusia dan juga alam disekitar kita dengan rasa kasih sayang. Dalam pelaksanaannya dimasyarakat, banyak yang menyebutnya dengan odalan gong dan perayaan dari
hari kasih sayang. Menurut isi dari teks Aji Gurnitha ada disebutkan bahwa, sebagai hari yang tepat untuk mengupacarai gambelan atau gong dan perangkat lain yang menghasilkan bunyi – bunyian.
Tujuan dari perayaan hari Tumpek Klurut adalah agar semua perangkat atau sarana yang mengeluarkan suara yang berfungsi sebagai kelengkapan dalam upacara keagamaan memiliki suara yang indah dan juga memiliki taksu.
Gambelan pada umumnya terdiri dari berbagai macam bentuk dan memiliki suara atau irama yang berbeda – beda, dan dimasyarakat lebih dikenal dengan sebutan gong.
Dan pada upacara Tumpek Klurut ini kerap juga digunakan sebagai dasar pengingat agar manusia selalu bersikap baik dan memiliki rasa welas asih atau kasih sayang terhadap sesamanya.
Gambelan atau gong itu terdiri dari banyak instrumen, bentuk yang berbeda, suara, namun ketika semua itu dipadukan sesuai dengan fungsinya akan dapat menghasilkan suatu suara melodi yang sangat indah. Tumpek Klurut juga merupakan salah satu cara umat Hindu untuk menghormati dan juga memuja Dewa Iswara, sebagai manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan suara – suara suci atau tabuh yang indah dan memiliki nilai yang seni serta sakral.
Nada suara atau titilaras dari gambelan Bali itu terdiri dari nada ; ndang, nding, ndung, ndeng, ndong dan suara ini juga merupakan perwujudan dari Panca Brahma yaitu ; sang, bang, tang, ang, ing dan nada suara itu juga merupakan perwujudan dari ; Dewa Iswara, Dewa Brahma, Maha Dewa, Dewa Wisnu,
dan Dewa Siwa. Dan semua umat juga meyakini bahwa suara merdu dan indah yang ditabuh atau dimainkan dengan rasa kasih dan sayang itu adalah merupakan presentasi dari perwujudan Dewa Iswara.
Adapun banten yang umum dipersembahkan pada saat hari Tumpek Klurut itu yaitu berupa ; banten peras, ajuman, tigasan, pejati, dananan, pesucian, tipat sirikan, tipat gong, segehan panca warna dsb dan semua itu dapat disesuaikan dengan kemampuan serta kesepakatan dari desa, kala dan patra dimasing – masing tempat tinggal umat.
Gambelan atau gong dapat kita jadikan sebuah contoh didalam kehidupan sehari – hari bahwa setiap orang mempunyai perananya masing – masing untuk saling melengkapi dan saling mengisi antara satu dengan yang lainya, perbedaan itu apabila disatukan akan menjadi sesuatu yang indah karena dapat saling melengkapi antara satu dengan lainya dan perbedaan itu bukan untuk dijadikan sebagai alat atau sarana untuk pemecah belah …